WAYANG GEBLUNG - Grenengane Gareng
Ini memang wayang gemblung. Ki Dalang memulai adegan
pertama dengan menyambar Gareng. Tanpa jejer kedhaton dalam pathet 6, tetapi
langsung pathet 9, dan begitu Kayon dibedhol, Gareng langsung leyeh-leyeh sambal grenengan: “Wong edan! Masak Ksatriyan
Pringgodani Kidul (KPK) mau dipindahkan ke Kutub Utara supaya beku. Memang mau
dibuat segar dingin apa? Kalau air dibuat es campur sirup enak! Tapi kalau
ksatriyan dibuat es. Apa klakon jualan Es KPK? Gemblung tenan! Kalau Ksatriyan
itu diboyong ke kutub utara, apa gak semakin merajalela itu grombolan pencoleng
yang bersekongkol di dewan penjarah rupiah! Dasar wong edan! Dhuh dewa jawata
gung…nyuwun apura”
Makbedunduk! Tiba-tiba Bethara Narada sudah berdiri di
depannya. Gareng terkejut.
“Legenjong…legenjong….kanthong
bolong ditambal gemblong. Kernapa kamu memanggil-manggil dewa? Kamu itu sedang
ngapain, Nala Gareng?” tanya Narada.
“Adhuh pukulun, ngejawantah kok tiba-tiba? Mbok
direncanakan dulu, biar saya siap-siap ,menyambut dengan perayaan, wong pukulun
itu “yang terhormat”
“Jangan nyindir kamu, Nala Gareng. Yang butuh sebutan
“yang terhormat” itu para wakil rakyat. Bisa marah mereka kalau tidak pakai
embel-embel “yang terhormat”.
Gareng tertawa terkekeh-kekeh.
“Pukulun itu ada-ada saja. Jabatannya terhormat,
tetapi kalau perilakunya sehari-hari hanya menjarah rupiah dan membohongi para
kawula, di taruh mana kehormatannya hahaha……”.
Bethara Narada ikut tertawa. Badannya sampai
terguncang. “Legenjong..legenjong…kerjanya bohong sama nyolong tetapi sombong. Kamu
benar Nala Gareng. Tetapi jangan keras-keras. Kalau kedengaran yang
bersangkutan bisa marah mereka”.
(Ki dalang minta petugas mengecilkan suara loudspeaker
supaya gak kedengaran sampai negeri seberang).
“Pukulun, terus terang saya memang lagi mikir ulah
para penjarah rupiah. Mereka mau memindahkan Ksatriyan Pringgodani Kidul ke
Kutub Utara supaya beku, jadi es. Lha apa itu tidak berarti memberikan ruang
bagi para penjarah untuk berpesta pora menghambur-hamburkan uang rakyat?”
“Hehehe… dewan penjarah rupiah itu isinya memang bangsanya
penjarah, begal, rampok, kecu, makanya usulannya aneh-aneh. Sekarang mereka
gerah karena tidak bisa menjarah, makanya omongannya gak karu-karuan”, ujar Bethara
Narada.“Tetapi orang-orang seperti kamu yang hanya punakawan memang harus sabar,
Nala Gareng”
“Sabar bagaimana pukulun. Orang-orang yang seharusnya
berada di barisan Pandawa, membela keberadaan Ksatriyan Pringgodani Kidul, lha
kok bersekongkol dengan para kurawa? Ini bagaimana? Itu kan bikin tertawa
Sengkuni. Oh iya pukulun, Sengkuni sekarang di mana ya? Kok gak ada suaranya”.
“Sengkuni sedang sembunyi Nala Gareng. Tetapi siapa
yang mau memboyong Ksatriyan Pringgodani Kidul ke Kutub Utara?”
“Wah pukulun Narada pura-pura tidak tahu atau apa?”
“Nala Gareng, sebagai dewa saya memang melihat
kekacauan yang luar biasa. Karena itu siapa yang kamu maksudkan, tolong
jelaskan”
“Itu lho pukulun, Haryo Yaksoningratan, lha kok
tiba-tiba mau memindahkan Ksatriyan Pringgodani Selatan ke kutub selatan supaya
beku. Ini kan kelanjutan dari ulah Maeso Pasirewon yang gayanya seperti
Dursasana. Apa itu memang pendapat resmi Padepokan Durgandini Ibu Prameswari?
Kok sepertinya mereka memang mau menyudutkan Prabu Yudistira? Apa mau
menjodohkan Yudistira dengan sang Prameswari?”
“Lho…lho…lho kok seperti itu to Nala Gareng?”
“Lha saya ini malah mau tanya pukulun, je. Kalau
berlarut-larut saya akan menggugat kahyangan. Saya mau kerahkan para punakawan
untuk demo di kahyangan. Emangnya cuma grombolan kathok komprang yang bisa
demo”.
“He…he…he…. Nala Gareng, tidak usah ikut-ikutan demo. Prabu
Yudistira sudah menunjukkan taringnya. Kumisnya sedang diplintir-plintir. Walaupun
kelihatan lucu, tetapi kayaknya dia marah karena Amarta mau diacak-acak. Grombolane
kathlok komprang sedang mendelep. Mereka lagi ndhelik karena ketahuan bahwa
mereka pemegang saham PPUK”
“Apa itu PPUK, pukulun?”
“Perusahaan Penyedia Ujaran Kebencian. Banyak bukti
siapa-siapa pemegang saham perusahaan itu”
“Iya pukulun. Photonya tersebar di mana-mana,
tertawa-tawa bareng tetapi mereka pada mengaku gak kenal dengan agen perusahaan
itu? Lha wong photo bareng rame-rame kok ngakunya gak kenal? Memangnya mereka
itu selebriti kacangan, diajak photo orang yang gak kenal dilayani”
“Lha biasa to Nala Gareng. Kalau sudah ada yang
ketangkep semua ngaku gak kenal. Lihat saja kasus penjarahan rupiah. Siapa yang
mengaku kenal dengan orang yang naruh gong? Gak ada to. Padahal orang-orang itu
ngangkat gongnya sama-sama trus ditaruh di sana.”
“Pukulun itu bicara apa to? Kok ada yang naruh gong,
ada yang ngangkat. Apa mereka itu nayaga? Kalau nayaga mestinya nabuh gamelan.
Tidak naruh gong……. Saya itu lagi grenengan soal Ksatriyan Pringgodani Kidul
yang akan diboyong ke Kutub Utara supaya beku. Lha kok pukulun malah
ngambra-ambra gak karuan, nyinggung-nyinggung naruh gong”
"Lha jangan salah Nala Gareng. Semua itu ada
kaitannya. Kamu lihat, wakil ketua dewan penjarah rupiah itu pada mbelani Sarpa
Naka. Ada yang kirim surat ke punggawa Ksatriyan Prionggodani Kidul supaya
pemeriksaan Sarpa Naka ditunda. Padahal mereka tidak berasal dari ksatriyan
yang sama. Yang dari ksatriyan Gendrayana minta supaya Sarpa Naka jangan
dipriksa dulu. Ini kan aneh. Tetapi wong mereka itu satu grombolan. Malah ada
wakil yang di ksatriyannya diusir, tidak diakui sekarang entah dari ksatriyan kabur
kanginan apa ksatriyan cleret tahun….”
“Lho, ksatriyan cleret tahun itu apa to pukulun?”
“Lha wong dia itu sudah dibuang dari ksatriyan tetapi
masih magrok di cakruk dan kerjanya bikin rebut sampe mulutnya mencong-mencong,
kalau bengesan sampai pipi. Itu kan
dari ksatriyan angin ribut, bahasa jawanya cleret tahun. Itu satu grombolan, Nala
Gareng. Dulu mereka itu datang ke atas angin ketika Burisrawa mencalonkan diri
jadi raja”.
Gareng manggut-manggut, baru mengerti kait-mengkaitnya
satu cerita dengan cerita yang lain.
“Lha kalau soal pengungsi dari negeri Burmaningratan
itu bagaimana pendapat pukulun? Ada yang usul supaya disiapkan satu pulo untuk
menampung mereka” Tanya Nala Gareng.
“Eh….kenthos gembol monyor-monyor …. Itu usulannya
orang keblinger. Cekak nalarnya. Cekak seperti model celananya. Lha kalau
mereka ditampung trus nanti mereka tidak mau mendukung ksatriyannya, kalau mati
gak dishalatkan. Lha kepriwe jal……?”
Gareng kaget. Langsung dia berdiri di kursi sambal
teriak, “Ki dalang..ki dalang, tancep kayon saja………………..” Ki dalang langsung
mancal kothak trus tancep kayon. Gareng dan Narada ditutupi kayon. Dasar wayang
gemblung, wong masih pathet 9 kok tancep kayon. Mestinya selesaikan dulu
grenengannya, naik pathet manyura, perang brubuh trus ayak-ayak pamungkas
sambil golekan jejogedan, baru tancep kayon. Uh, dasar!-