Tentang Burung Pipit dan Tikus


Burung Pipit dan Tikus





Burung pipit dan anak-anaknya tertegun melihat keadaan sawah yang berantakan. Mereka hinggap di pohon di pinggir sawah, menyaksikan para petani berkumpul di pematang, Tanaman padi rusak. Batangnya pada rubuh dan bulir-bulir padi yang akan dipanen telah kopong. Dirusak tikus, dimakan tikus.

“Ayah, ke mana kita akan mencari makan lagi? Padi di sawah ini sudah habis dimakan tikus”, kata salah satu anak pipit.

“Ya ayah, kenapa tikus-tikus itu tega merusak tanaman padi yang tinggal dipanen pak tani?”, sambung anaknya yang lain.

“Ssst, Kita dengarkan dulu apa yang akan dikatakan pak tani itu”, ujar ibu pipit.

Mereka terdiam. Mendengarkan para petani membicarakan sawahnya yang rusak. “Kemana kita akan mengadu? Ini harus dinyatakan puso. Kita tidak bisa panen!”, kata seorang petani.

“Yah, gagal panen”, sahut yang lain.

“Bisa-bisa kita tidak akan bisa makan. Ini harus dinyatakan sebagai bencana nasional”, kata yang lain lagi.

“Tetapi apa kewenangan kita menyatakan itu? Kita ini hanya petani”

“Kita menghadap Gubernur”

“Jangan, menghadap Menteri saja langsung”

“Kalau perlu menghadap Presiden”

Anak-anak pipit mendengarkan dialog para petani dengan heran. Mereka saling pandang, tidak mengerti.

“Ayah, kenapa kalau gagal panen melapornya ke presiden? Kenapa tidak seperti kita, melapor ke Tuhan?”

“Lain anakku. Kalau kita ini hanya burung pipit yang tidak bisa melapor ke mana-mana. Hidup kita dipelihara oleh Tuhan. Sedangkan manusia itu harus menggunakan akalnya untuk bertahan hidup” kata induk pipit.

“Mereka sebenarnya juga mengeluh ke Tuhan, tetapi melapornya ke presiden”, kata ayah pipit.

“Lho ayah, apakah presiden itu wakil Tuhan?”

“Mestinya seperti itu anakku. Presiden itu mendapat amanah untuk menyejahterakan seluruh rakyat. Itu amanah dari Tuhan. Makanya petani yang gagal panen melapornya ke presiden karena mereka jauh dari hidup sejahtera”

“Lha terus tikus-tikus itu bagaimana ayah”

“Nah, itu. Presiden seharusnya memerintahkan menterinya untuk mengatasi gagal panen itu termasuk membasmi tikus yang merusak sawah. Mestinya petani yang gagal panen dibantu oleh pemerintah”, kata pipit menjelaskan. “Coba kita dengarkan apa yang dikatakan para petani itu tentang tikus”, kata pipit.

Anak-anak pipit itu diam, memperhatikan para petani itu berembug. Mereka membicarakan bagaimana cara membasmi tikus. Ada yang usul pakai pestisida, diracun. Tetapi banyak yang tidak setuju. “Kita tangkap bersama-sama. Kita lakukan operasi besar-besaran. Kita bongkar pematang-pematang sawah. Pokoknya kita harus bersama-sama bergerak, melakukan operasi tangkap tangan”, kata seorang petani.

Para petani yang mendengar banyak yang tertawa. “Kok pakai istilah operasi tangkap tangan? Seperti KPK menangkap orang dalam kasus korupsi saja”, sergah petani lain.

“Iya, ini memang seperti nangkep koruptor. Kalau gak ditangkep tangan kan susah nangkepnya. Mereka pintar berkelit. Orang kena operasi tangkap tangan saja mereka berkelit, katanya didzolimi. Sekarang ini tikusnya semakin banyak yang ketangkep. Tapi tikusnya juga sangat banyak.”, kata petani yang sejak tadi menggebu-gebu. Yang lain tertawa.

“Percakapan kita jangan ke mana-mana to. Kita ini kan akan membasmi tikus yang merusak sawah dan menyebabkan sengsara para petani”, cegah yang lain.

“Lho, ya sama saja. Saya kan juga berbicara tentang tikus yang merusak negeri ini. Ibaratnya negeri ini sawah, tikus-tikus itu berdasi dan menghancurkan kehidupan negeri ini, menyengsarakan rakyat. Betul saudara-saudara?” tanyanya. “Betuuuuuul”, jawab para petani.

Anak-anak pipit semakin bingung. Ada yang bertanya pada ayahnya, “Ayah. Apa yang mereka bicarakan? Kok ada tikus yang berdasi merusak negeri, menyengsarakan rakyat? Apa maksudnya?” Tanya salah satu anak pipit.

“Oh, itu bahasa manusia nak. Manusia itu suka menggunakan bahasa yang aneh-aneh. Orang-orang yang kerjanya menggerogoti uang negara, serakah dan menerima suap,  mereka sebut tikus berdasi. Itu orang-orang kantoran”, jelas ayahnya.

“Apakah itu juga yang akan dilaporkan kepada presiden, ayah?”

“Kalau tikusnya banyak, mestinya yang nangkep juga orang banyak ya ayah?”

“Iyalah. Memang sebetulnya ada lembaga-lembaga yang bertugas untuk itu, tetapi banyak yang melempem dan mereka sendiri tidak bersih. Banyak tikusnya juga. Makanya ada lembaga yang disebut petani tadi, namanya KPK yang sering melakukan operasi tangkap tangan pada tikus-tikus berdasi itu”, jelas pipit pada anak-anaknya. “Untungnya kita bukan tikus ya ayah?” kata salah satu anak pipit.

“Kenapa?” Tanya ibu pipit.

“Kalau kita tikus, dioperasi………” jawabnya.

Pipit tersenyum. “Kita memang bukan tikus, anakku. Kita pipit, yang hidupnya dipelihara oleh Tuhan. Karena itu jangan sampai kita mencuri dan menggerogoti sawah-sawah negara. Terimalah hidup ini dengan tetap bersyukur kepada Tuhan yang memelihara hidup kita”, kata pipit. Tetapi anak-anak pipit sudah kelaparan. “Ayah, mari kita terbang mencari makan. Siapa tahu ada sebidang sawah yang bulir-bulir padinya bernas.” Merekapun terbang bersama-sama mencari makan di sawah lain, yang tidak dimakan tikus.- 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tentang Burung Pipit dan Tikus

Burung Pipit dan Tikus Burung pipit dan anak-anaknya tertegun melihat keadaan sawah yang berantakan. Mereka hinggap di pohon di...

Best of The Best