WAYANG GEMBLUNG – GATOTKACA
NGEDAN
Ini wayang apa to?
Gatotkaca menari-nari di panggung. Kakinya berhiaskan gelang kroncong dari
tembaga. Besar-besar seperti keprak wayang gaya Sala. Jumlahnya lima buah.
Suaranya nyaring dan bening sehingga menimbulkan suara ceng…ceng…ceng. Gedrugan
kakinya saat mencal bumi berbunyi go..go…berpadu dengan suara gelang kroncong
yang bening…ceng…ceng…ceng. Di kanan kirinya, di luar tembok istana, para
korawa dan negeri-negeri yang tidak suka dengan Amartapura melongok sambil
berteriak-teriak. Hampir semua memakai celana komprang, berikat kepala putih. Setiap
kali Gatotkaca menggedrukkan kaki di tanah dan menimbulkan suara go….ceng… para
korawa bertepuk tangan. Mereka menyemangati Gatotkaca agar terus menari.
“Ayo…terus raden….bagus…bagus….raden” dan Gatotkaca terus menari. Dia lupa
bahwa di hadapannya duduk para sesepuh. Sesekali Gatotkaca berhenti menari,
menenggak Ciu Bekonang yang terkenal nikmat karena terbuat dari tetes tebu.
Ki Dalang memainkan
wayangnya dengan indah. Sabetannya tidak kalah dari Ki Dalang Manteb Sudarsono
dari Karangpandan yang dijuluki dalang setan karena sabetannya yang seperti
setan. Tangannya benar-benar lincah sehingga wayang yang dari kulit itu bisa
kelihatan hidup. “Terus raden…terus….Raden adalah harapan masa depan”, teriak
para korawa dan sekutunya.
Para Korawa terus
menyemangati. Mereka berharap dengan begitu Gatotkaca kena marah dari para
sesepuh Pandawa dan dipecat sebagai senapati. Kalau Gatotkaca mbalela, mereka
akan menggotongnya menjadi senapati perang di pihak Korawa, bahkan disiapkan
menjadi raja manakala terjadi perang brubuh. Mereka lupa, di kerajaan Mandura
juga ada ksatria yang sudah kebelet menjadi raja. Raja Mandura, Prabu Baladewa
tidak menginginkan jabatan apapun. Dia ingin menjadi resi menenangkan diri.
Patihnya Pragota juga tidak menginginkan jabatan apapun, karena dia setia
kepada rajanya. Tetapi yang ini, adik Pragota yang bernama Saragupita Putra. Namun
ia terkenal dengan sebutan Pragota Muda. Dia pernah menunjukkan kesetiaannya
pada negara, namun pernah pula dipecat. Ketika mengabdi di sebuah negeri dan
menjabat sebagai pemimpin pasukan sayap kanan dalam posisi serangan Garuda
Nglayang, Pragota Muda mengerahkan pasukannya untuk mengepung kraton.
Waktu itu terjadi gendra di keraton. Tetapi keadaan tidak berlarut-larut dan ia
diberhentikan (Di wayang purwa pakem Mahabarata gak diceritakan. Tetapi ini kan
wayang gemblung, bisa begitu. Iya kan, kan dalangnya memang gmblung
hahaha………..).
Pragota Muda terus
bercita-cita menjadi raja. Untuk memenuhi ambisinya, ia mengangkat Fancat Sono
(Nama yang sebenarnya Pancatnyana atau Surateleng. Tetapi lidah Ki Dalang selalu
menyebutnya Fancat Sono). Fancat Sono dijadikan senapatinya. Karena itu ketika
menyaksikan Korawa bersorak-sorak menyemangati Gatotkaca yang sedang
menari-nari, Fancat Sono risau, gelisah. “Kalau Gatotkaca dicalonkan jadi raja,
bagaimana dengan tuanku Pragota Muda?”, puyeng aku. “Kalau dua-duanya dipasangkan,
oh tidak mungkin…tidak mungkin. Akan ada matahari kembar. Lagipula yang punya
modal kan tuanku Pragota Muda! He…para korawa dan sekutunya, Sengkuni dan anak
cucunya, dengarkan…dengarkan. Gatotkaca itu lagi ngedan! Tidak mungkin dia
mbalela, karena dia pernah merasakan sengsaranya ketika pamannya, Brajadenta
mbalela. Jadi focus….fokus…kita akan menggotong tuanku Pragota Muda menjadi
raja, bukan Gatotkaca. ………….!”keluh Fancat Sono. Sigeg! Sementara AR Sengkuni
(AR itu singkatan dari ARYO) ikut bersorak-sorak. Ia tidak perduli siapa yang
akan menjadi pemimpin. Baginya, yang penting rusuh….rusuh…rusuh. Sebab kalau
tidak rusuh, AR Sengkuni tidak bisa dapat apa-apa. Makanya dia selalu ngompori
para korawa bercelama komprang untuk demo…demo…..dan demo. “Tumbangkan
Yudistira!”, teriaknya selalu.
Di pihak lain, para Punakawan
yang menyaksikan Gatotkaca menari-nari seperti itu mulai bertanya-tanya. “Lha
wong senapati kok jogedan kaya wong edan. Kemarin ngomyang, menyuruh semua
orang nonton Bale Sigala-gala. Lha wong ceritanya sudah gak laku kok ditonton
lagi. Untuk apa?”, kata Bagong.
“Ya biar saja to Gong? Wong
jejogedan, menari-nari kan wajar, wong korawa itu senang. Biar ada tontonan.
Mumpung ada panggung, Kan tidak selamanya ada panggung?”, kata Nala Gareng.
“Lha coba dengarkan Kang
Gareng. Kakinya selalu nggedruk tanah dan gelang kroncong dari tembaga itu
berbunyi nyaring. Bunyinya go…ceng..ceng…ceng. Itu tentu ada artinya. Tidak
mungkin raden Gatotkaca memasang gelang asal-asalan”, kata Bagong.
“Sebaiknya ditanyakan
langsung saja kepada yang bersangkutan dan nanti kita crosscheck ke para
pinisepuh”, usul Gareng.
Tanpa pamit ke Semar, Nala
Gareng dan Bagong menemui Gatotkaca meminta penjelasan. Gatotkaca berkata,
“Nala Gareng dan Bagong, kamu tahu gak. Saya ini kan senapati. Saya mendapat
informasi kelas A1, ada ksatriyan yang memesan keris mpu Gandring sebanyak lima
ribu, keris luk 13. Lho itu kan senjata untuk perang karena sudah harus dibalut
warangan. Itu mematikan. Lha kok tidak minta ijin kepada saya sebagai senapati
itu bagaimana? Ini akal-akalannya siapa dan untuk apa? Ini ngilani dadaku! Saya
mau grebeg mereka. Tidak peduli siapa mereka. Kalau mau perang, saya yang jadi
senapati”, kata Gatotkaca.
Nala Gareng dan Bagong
berpandang-pandangan. Gareng nyeletuk, “Ndara Gatotkaca. Sebagai Senapati, kan
ndara punya anak buah. Lha kok ndara tiba-tiba jogedan di depan para sesepuh
dan pinisepuh itu apa tidak malu? Apa tidak seharusnya ndara bicara dengan
mereka, minta pertimbangan, saya mendengar informasi seperti ini. Ada apa? Kan
begitu? Supaya tidak bikin gendra.
Lihatlah para korawa bertepuk tangan. Mereka mengharapkan ndara Gatotkaca
mbalela lalu mereka angkat jadi senapati korawa. Lha kalau ada perang brubuh, apa
mungkin ndara Gatotkaca menjadi raja? Mereka kan sudah punya calon untuk
dijadikan raja, yaitu Pragota Muda. Mereka sudah lama menggadang-gadang Pragota
Muda menjadi raja. Fancat Sono sudah berkoar-koar begitu. Jadi kalau AR Sengkuni
dan anak buahnya memanas-manasi ndara Gatotkaca supaya mbalela, nanti juga akan
ditinggalkan di jalan. Wong mereka itu sudah terkenal begitu, suka berkhianat.
Karena itu saya mohon ingat, ndara. Sumpah para senapati ketika digodhog di
kawah candradimuka itu patuh kepada pemimpin dan setia untuk mempertahankan dasar-dasar
negara serta mengutamakan keutuhan negara”, kata Nala Gareng.
Gatotkaca diam. Tetapi
mukanya masih merah karena kebanyakan minum ciu. Dia pikir Punakawan ini benar
juga. Siapa sih orang-orang yang bersorak-sorai? Apa mereka punya kekuatan?
“Terus bagaimana Bagong? Apa keliru kalau saya marah karena tidak diajak bicara
mengenai pesanan keris mpu Gandring itu?”
“Lha mbok coba dengarkan
penjelasan sesepuh Amerta yang masih dipercaya menjadi jagabaya itu. Katanya
jumlahnya tidak 5 ribu tetapi cuma 5 ratus. Yang pesen keris itu para teliksandi,
bukan dari ksatriyan….. Ndara Jagabaya itu juga bilang ini komunikasi yang
tidak tuntas. Informasinya setengah-setengah………..”. Belum selesai Bagong
bicara, Gatotkaca sudah melesat. Terbang tanpa mesin dan baling-baling menuju
lapangan terbang. Tanpa memberitahu pengawas lapangan, Gatotkaca sudah
menghadap Prabu Yudistira yang baru pulang turba! “Selesai…selesai”, kata prabu
Yudistira. “Jangan diperpanjang. Ki Dalang, jangan diperpanjang lagi ya… Jangan
ada lagi yang minum ciu Bekonang……..”.Ki Dalang mancal kotak lalu mengajak
nayaga mengiringi tembang Sinom. Ki Dalang nembang dari Serat Kalatida karya
R.Ng. Ranggawarsita: “ratune ratu utama, patihe patih linuwih, pra
nayaka tyas raharja, panekare becil-becil, parandene tan dadi, paliyasing
kalabendu, malah saya andadra, reribed angreribedi, beda-beda hardaning wong
sanagara” yang terjemahannya: rajanya seorang raja yang utama, wakilnya
juga orang hebat, bahkan para menteri dan pejabat negara hidup dengan sejahtera,
keputusan dan kebijakannya bagus-bagus, Namun semua itu tidak bisa menjadi
penangkal datangnya jaman susah. Bahkan semakin menjadi-jadi (terutama soal
korupsi – banyak yang OTT tetapi kata anggota Dewan Penjarah Rupiah, tidak sah
dan pencitraan hahaha……), berbagai kesulitan membelit (karena orang-orang
bisanya cuma dema-demo…. dema-demo…dema-demo); berbeda-beda cita-cita orang di
negeri itu (Lha iyalah, wong ada yang mau mengganti dasar negara dan kembali ke
jaman mekak……para penggede terutama politikus banyak yang kebelet berkuasa.).
Setelah itu tarian golek lalu tancep kayon! -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar